Bayangkan skenario dibawah ini:
Kau punya teman dekat, suatu hari dia berbuat suatu kesalahan, dia tau itu salah tapi sayangnya dia tetap melanjutkannya sampai satu titik dimana semuanya jadi kacau. Lalu sahabatmu itu datang ke kamu untuk mengadu. Apa yang kau lakukan?
Apakah kau akan membantunya dengan cara membeberkan semua "ugly truth" yang selama ini membutakannya, mencoba memberikannya pilihan jalan keluar dengan konsekuensinya masing-masing, dan berkata kepadanya "Saya akan membantumu asalkan kau konsisten dengan apa yang akan kau lakukan untuk memperbaiki semua ini. Apabila tidak, maaf saja, Saya tidak akan bisa dan tidak akan mau membantumu lagi". Kau melakukan ini karena kau percaya sahabatmu sudah dewasa, bisa menanggung semua akibat dari perbuatan-perbuatannya, dan bersedia untuk belajar dari kesalahan-kesalahannya.
Atau kau akan mencoba membantunya dengan sedapat mungkin menjaga perasaannya dengan hanya mengatakan padanya hal-hal yang kau tau ingin didengarnya (a.k.a. white lie), meskipun hal-hal yang kau katakan itu tidak akan menyelesaikan masalah yang dimilikinya. Hanya karena kau takut apabila kau membeberkan seluruh kenyataan, nantinya dia akan frustasi dan menyakiti dirinya sendiri.
Saya sendiri akan memilih cara yang pertama. Mungkin ini dipengaruhi oleh kepribadian saya yang "keras dan tega-an" juga. Tapi beneran deh, meskipun yang ngadu ke saya itu misalnya sahabat paling dekat saya, si Esther. Meskipun dia datang dengan bercucuran air mata, yang saya lakukan akan sama aja. Saya akan "menamparnya" dengan realita lewat kata-kata yang kadang sedikit kasar, biarpun itu bakal bikin dia nangis tambah kejer didepan saya dan abis itu gak bisa tidur semaleman, tapi saya yakin dia bisa nyelesaikan masalah ini dengan kekuatan dia sendiri, dan yang paling penting, ya itu tadi yang udah saya bilang, bisa belajar dari kesalahannya. Saya kasarin dia karena saya sayang sama dia :)
Call me selfish, call me rude, tapi prinsip "while lie" lebih sering gak pernah berlaku buat saya.
Iya, saya ngerti gak semua orang bisa bersikap tega-an kaya saya. Ada orang yang liat airmata dikit langsung jadi lembek. Tapi menurut saya, ngorbanin perasaan (dengan cara "white lie"), bahkan sampe ngorbanin kepentingan diri sendiri untuk "membenarkan" kesalahan orang lain demi "mejaga perasaannya" sih menurut saya gak bener. Ruginya dobel malahan, rugi buat diri sendiri dan rugi buat orang yang lagi "dilindungin" itu.
Ruginya buat diri sendiri sih udah jelas, kita jadi bohong sama diri sendiri, dan secara gak langsung nantinya kita jadi gampang terpengaruh sama orang lain. Kalo kepengaruh untuk hal-hal baik sih masih mending ya, nah kalo sampe gampang terpengaruh hal-hal buruk?
Ruginya buat sahabat kita, dia gak akan pernah belajar dari kesalahannya, dia akan selalu merasa kalau kesalahannya itu "dibenarkan", dan nantinya dia akan ngulangin kesalahan itu lagi, bahkan bukan gak mungkin kalau nantinya dia melakukan kesalahan yang lebih besar lagi karena dari awal gak ada yang berani bilang ke dia kalau yang dia lakukan itu salah.
So, "I'm selfish therefore I'm evil?" no, I don't think so. As long as you're doing it with a little integrity, the selfishness is a good thing to do then.
Again, it's all just my silly-little opinion(s). You're more than welcome to disagree.
Telling the truth and making someone cry is better than telling a lie and making someone smile.
-- Paulo Coelho
No comments:
Post a Comment